Karakteristik Manhaj.Dakwah Ahlussunnah Wal Jama’ah (2)

Keenam belas , sebelum menetapkan hukum atau membuat kesimpulan dalam suatu masalah, Ahlus Sunnah Wal Jamaah terlebih dahulu mengumpulkan seluruh nash yang berkaitan dengan masalah tersebut dan mengembalikan nash yang mutasyabih ‘samar-samar’ kepada yang muhkam ‘jelas’, sehingga sampai kepada yang haq dalam permasalahan, dan berbeda dengan ahlul bid’ah wal ahwa` yang membangun suatu hukum atau kesimpulan di atas sebagian nash dan membuang atau melupakan nash yang lain, dan kadang mencari dalil setelah membuat kesimpulan terlebih dahulu, serta menyenangi hal-hal yang mutasyabih.

Allah Jalla fi ‘Ulahu berfirman,

“Dia-lah yang menurunkan Al-Kitab (Al Qur`an) kepada kamu. Di antara (isi)nya, ada ayat-ayat yang muhkamat, itulah pokok-pokok isi Al Qur`an, dan yang lain (ayat-ayat) mutasyabihat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebagian ayat-ayat yang mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari takwilnya, padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata, ‘Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami.’ Dan tidak dapat mengambil pelajaran (darinya) melainkan orang-orang yang berakal.” [ Ali ‘Imran: 7 ]

Selain itu, dalam hadits ‘Aisyah riwayat Bukhari-Muslim, Rasulullah shallallahu alaihi wa ala alihi wa sallam bersabda,

فَإِذَا رَأَيْتَ الَّذِيْنَ يَتَّبِعُوْنَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ فَأُولَئِكَ الَّذِيْنَ سَمَّى اللهُ فَاحْذَرُوْهُمْ

“Kalau kamu melihat orang-orang yang mengikuti apa-apa yang mutasyabih darinya (Al-Qur`an) maka mereka itulah yang disebut oleh Allah (dalam ayat di atas-pent.), maka berhati-hatilah.”

Ketujuh belas , Ahlus Sunnah Wal Jamaah adalah orang-orang yang menjaga prinsip amanah dan sikap adil pada segala perkara.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

“Sesungguhnya Allah menyuruh kalian menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu), apabila menetapkan hukum di antara manusia, supaya kalian menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepada kalian. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” [ An-Nisa`: 58 ]

Allah Rabbul ‘Izzah juga berfirman,

“Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanah kepada langit, bumi, dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanah itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanah itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zhalim dan amat bodoh.” [ Al-Ahzab: 72 ]

Allah memerintahkan pula untuk bersikap adil dalam firman-Nya,

“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepada kalian agar kalian dapat mengambil pelajaran.” [ An-Nahl: 90 ]

Lalu dalam Tanzil-Nya yang maha agung,

“Dan apabila kalian berkata, hendaklah kalian berlaku adil kendatipun dia adalah kerabat(mu).” [ Al-An’am: 152 ]

Kemudian dalam kalam-Nya yang maha mulia,

“Wahai orang-orang yang beriman, hendaklah kalian menjadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil, dan janganlah sekali-kali kebencian kalian terhadap suatu kaum mendorong kalian untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan.” [ Al-Ma`idah: 8 ]

Selanjutnya, Allah Jalla Sya`nuhu berfirman,

“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kalian orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah meskipun terhadap diri kalian sendiri atau ibu bapak dan kaum kerabat kalian. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah hawa nafsu mendorong kalian untuk tidak berlaku adil.” [ An-Nisa`: 135 ]

Kedelapan belas , dakwah Ahlus Sunnah Wal Jamaah adalah dakwah kepada al-ittiba’ ‘perbuatan mencontoh, mengikuti’ kepada Al-Qur`an dan As-Sunnah dan menjauhi al-ibtida’ ‘perkara baru/bid’ah dalam agama’.

Hal tersebut karena agama ini telah disempurnakan oleh Allah ‘Azza wa Jalla dalam firman-Nya,

“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kalian agama kalian, dan telah Kucukupkan kepada kalian nikmat-Ku, dan telah Kuridhai Islam menjadi agama bagi kalian.” [ Al-Ma`idah: 3 ]

Berkata Imam Malik rahimahullah, “Siapa yang membuat, dalam Islam, suatu bid’ah yang ia anggap baik, maka ia telah menyangka (Nabi) Muhammad berkhianat dalam menyampaikan risalah (Islam-pent.), karena Allah berfirman, ‘Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kalian agama kalian,’ maka apa yang tidak merupakan agama pada hari itu, tidaklah sebagai agama pada hari ini.”

Rasulullah shallallahu alaihi wa ala alihi wa sallam bersabda,

إِنَّهُ لَمْ يَكُنْ نَبِيٌّ قَبْلِيْ إِلَّا كَانَ حَقًّا عَلَيْهِ أَنْ يَدُلَّ أُمَّتَهُ عَلَى خَيْرِ مَا يَعْلُمُهُ لَهُمْ وَيُنْذِرُهُمْ شَرَّ مَا يَعْلُمُهُ لَهُمْ

“Sesungguhnya tidak ada seorang nabi pun sebelumku kecuali wajib baginya untuk menunjukkan kepada umatnya kebaikan yang ia ketahui bagi mereka, dan memperingatkan kepada mereka untuk berhati-hati dari kejelekan yang ia ketahui bagi mereka.” (diriwayatkan oleh Muslim dari ‘Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhuma)

Bid’ah adalah perkara yang berbahaya. Karena itulah, telah datang nash-nash dari Al-Qur`an dan Sunnah yang menunjukkan bahaya bid’ah dan ancaman bagi pelaku bid’ah.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

“Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama) itu, maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui.” [ Al-Jatsiyah: 18 ]

Kemudian, dalam hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha riwayat Bukhary-Muslim, Rasulullah shallallahu alaihi wa ala alihi wa sallam bersabda,

مَنْ أَحْدَثَ فِيْ أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ. وَفِيْ رِوَايَةٍ لِمُسْلِمٍ : مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ.

“Siapa yang membuat perkara baru dalam perkara kami ini (baca: agama kami) apa-apa yang tidak termasuk darinya (perkara kami), maka ia tertolak.” Dan dalam suatu riwayat Muslim , “Siapa yang melakukan suatu amalan yang tidak dibangun di atas perkara kami, maka ia tertolak.”

Lalu, dalam hadits ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu riwayat Bukhari-Muslim, Nabi shallallahu alaihi wa ala alihi wa sallam bersabda,

الْمَدِيْنَةُ حَرَمٌ مَا بَيْنَ عَيْرٍ إِلَى ثَوْرٍ فَمْنْ أَحْدَثَ فِيْهَا حَدَثًا أَوْ آوَى مُحْدِثًا فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللهِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِيْنَ لَا يَقْبَلُ اللهُ مِنْهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ صَرْفًا وَلَا عَدْلًا.

“ Kota Madinah adalah (negeri) haram antara ‘Air sampai ke Tsaur (‘Air dan Tsaur adalah nama dua gunung-pent.). Siapa yang membuat perkara baru di dalamnya atau awa muhditsan/muhdatsan[1] maka atasnya laknat dari Allah, para malaikat, dan seluruh manusia. Allah tidak menerima dari dia sedikit pun.”

Bid’ah itu lebih berbahaya dari maksiat. Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah, “Sesungguhnya ahli bid’ah lebih jelek dari ahli maksiat yang memperturutkan syahwat menurut As-Sunnah dan ijma’.” Lihat Majmu’ Fatawa jilid 20 hal. 103.

Kesembilan belas , Ahlus Sunnah Wal Jamaah tidaklah menjatuhkan vonis kepada seseorang atau suatu kelompok dengan bentuk hukum kafir, fasiq, ahli bid’ah atau menyimpang, kecuali berdasarkan argumen yang jelas dan data yang bisa dipertanggungjawabkan.

Hal ini sebagai realisasi dari firman Allah Ta’ala,

“Wahai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” [ Al-Hujurat: 6 ]

Allah Jalla Jalaluhu juga berfirman,

“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungjawabannya.” [ Al-Isra`: 36 ]

Allah ‘Azza wa Jalla menyatakan pula,

“Katakanlah, ‘Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak maupun yang tersembunyi, perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu, dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui.’.” [ Al-A’raf: 33 ]

Selanjutnya, Allah Jalla Kibriya`uhu menegaskan,

“Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta, ‘Ini halal dan ini haram,’ untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung. (Itu adalah) kesenangan yang sedikit; dan bagi mereka adzab yang pedih.” [ An-Nahl: 116-117 ]

Dalam hadits Ibnu ‘Umar riwayat Bukhary-Muslim, Rasulullah shallallahu alaihi wa ala alihi wa sallam mengingatkan,

أَيُّمَا امْرِئٍ قَالَ لِأَخِيْهِ يَا كَافِرُ فَقَدْ بَاءَ بِهَا أَحَدُهُمَا إِنْ كَانَ كَمَا قَالَ وَإِلَّا رَجَعَتْ عَلَيْهِ.

“Siapa saja yang berkata kepada saudaranya, ‘Wahai kafir,’ maka (kalimat) tersebut telah ditanggung oleh salah seorang dari keduanya. Kalau memang seperti yang dia ucapkan, (maka tidak apa-apa), kalau tidak, maka (kalimat) itu akan kembali kepadanya.”

Kemudian, dalam hadits Abu Hurairah riwayat Bukhary-Muslim, Rasulullah shallallahu alaihi wa ala alihi wa sallam menegaskan,

إِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مَا يَتَبَيَّنُ مَا فِيْهَا يُهْوَى بِهَا فِي النَّارِ أَبْعَدَ مَا بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغُرِبِ

“Sesungguhnya seorang hamba berbicara dengan suatu kalimat yang ia tidak mencari kepastian apa yang ada di dalam kalimat itu, maka disebabkan hal itu ia dilemparkan ke dalam neraka sejauh antara timur dan barat.”

Kedua puluh , Ahlus Sunnah Wal Jamaah adalah mujaddid ‘pembaharu’ bagi umat dalam urusan agama mereka, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa ala alihi wa sallam ,

إَنَّ اللهَ يَبْعَثُ لِهَذِهِ الْأُمَّةِ عَلَى رَأْسِ كُلِّ مائَةِ سَنَةٍ مَنْ يُجَدِّدُ لَهَا دِيْنَهَا

“Sesungguhnya Allah Ta’ala akan mengutus kepada umat ini, setiap seratus tahun, orang yang menjadi mujaddid ‘pembaharu’ bagi umat ini pada agamanya.” (Hadits shahih diriwayatkan oleh Imam Abu Daudno. 4291 dari Abu Hurairah)

Ahlus Sunnah Wal Jamaah bersungguh-sungguh dalam beramal untuk menghidupkan tuntunan-tuntunan agama yang telah dianggap ghurbah ‘asing’ oleh kebanyakan manusia dan memperbaharui apa yang sudah hilang dari tanda-tanda tuntunan agama tersebut.

Kalau kita memperhatikan para mujaddid dalam sejarah Islam, kita akan mendapati bahwasanya mereka adalah Ahlus Sunnah Wal Jamaah , seperti ‘Umar bin Abdul ‘Aziz rahimahullah, imam yang empat (Abu Hanifah, Malik, Syafi‘iy, dan Ahmad), Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahhab, dan selain mereka dari ahlul ‘ilmi dan iman sampai zaman kita ini seperti Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baz dan Syaikh Muhammad Nasiruddin Al-Albany rahimahumullahu Ta’ala.

Kedua puluh satu , Ahlus Sunnah Wal Jamaah adalah ahlul jihad yang berjihad di jalan Allah dengan seluruh makna jihad, baik itu jihadun nafs ‘jihad dalam memperbaiki diri sendiri’, jihadusy syaithan ‘jihad melawan syaithan’, jihadul kuffar ‘jihad melawan kaum kafir’ maupun jihadul munafiqin ‘jihad menghadapi kaum Munafik’.

Dalil-dalil tentang jihad beserta jenis-jenis dan keutamaannya sangatlah banyak dalam Al-Qur`an dan Sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wa ala alihi wa sallam . Tetapi, setiap jenis dari jihad tersebut -khususnya jihadul kuffar ‘jihad melawan kaum kafir’- di kalangan Ahlus Sunnah Wal Jamaah memiliki syarat-syarat, aturan-aturan dan ketentuan-ketentuan yang detail dan terperinci. Berbeda dengan ahlul bid’ah wal ahwa` yang tidak memahami makna jihad dan tidak mengerti syarat-syarat, aturan-aturan dan ketentuan-ketentuan jihad sehingga lahirlah berbagai macam kerusakan dan pelanggaran syariat. Wallahul Musta’an.

Kedua puluh dua , Ahlus Sunnah Wal Jamaah adalah orang-orang yang paling banyak dan paling besar perhatiannya terhadap urusan-urusan kaum muslimin.

Ahlus Sunnah Wal Jamaah berusaha menolong, menunaikan hak-hak, dan mewujudkan segala kebaikan kaum muslimin, serta menghilangkan dan menjauhkan kesulitan, kezhaliman, dan segala kejelekan yang menimpa kaum muslimin. Hal ini sebagai realisasi dari firman Allah Ar-Rauf Ar-Rahim,

“Dan orang-orang beriman laki-laki dan perempuan, sebagian mereka adalah penolong bagi sebagian yang lain.” [ At-Taubah: 71 ]

Juga sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa ala alihi wa sallam dari hadits An-Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhuma,

مَثْلُ الْمُؤْمِنِيْنَ فِيْ تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عَضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهْرِ وَالْحُمَى

“Perumpamaan orang-orang beriman dalam kecintaan, kasih sayang dan kelemahlembutan mereka adalah seperti tubuh. Jika salah satu anggota tubuh mengeluh, seluruh tubuh ikut merasakan panas dan demam.” (Diriwayatkan oleh Bukhary-Muslim)

Lalu, sebagaimana sabda beliau yang lain dari hadits Abu Musa Al-Asy’ary radhiyallahu ‘anhu,

اَلْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهَا بَعْضًا

“Orang-orang beriman dengan orang beriman yang lain adalah seperti bangunan, saling menguatkan antara satu dengan yang lain.” (Diriwayatkan oleh Bukhary-Muslim)

Kedua puluh tiga , Ahlus Sunnah Wal Jamaah adalah orang-orang yang paling bersemangat untuk mempersatukan kalimat kaum muslimin di atas kebenaran (Al-Qur`an dan Sunnah) dan menghilangkan sebab-sebab pertentangan dan perpecahan di antara mereka karena mereka tahu bahwasanya persatuan itu adalah rahmat sedangkan perselisihan dan perpecahan adalah adzab.

Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,

“Dan berpegang teguhlah kalian semuanya dengan tali(agama) Allah dan janganlah kalian bercerai berai . [ Ali ‘Imran: 103 ]

Allah Jalla Sya`nuhu juga menegaskan,

“Dan sesungguhnya ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kalian mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kalian dari jalan-Nya.” [ Al-An’am: 153 ]

Allah Rabbul ‘Izzah menyatakan pula,

“Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agamanya dan mereka (terpecah) menjadi beberapa golongan, tidak ada sedikit pun tanggung jawabmu terhadap mereka.” [ Al-An’am: 159 ]

Selain itu, Allah menjadikan perpecahan sebagai ciri kaum musyrikin dalam firman-Nya,

“Janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah, yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka.” [ Ar-Rum: 31-32 ]

Perpecahan juga tercela dalam syariat seluruh para nabi dan rasul, sebagaimana dalam firman-Nya,

“Dia telah mensyariatkan kalian tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan ‘Isa, yaitu tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah padanya.” [ Asy-Syu’ara: 13 ]

Kedua puluh empat , dakwah Ahlus Sunnah Wal Jamaah adalah dakwah wasathiyah ‘pertengahan’ antara dua kutub: kutub ekstrim dan kutub menyepelekan.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

“Wahai Ahli Kitab, janganlah kalian melampaui batas dalam agama kalian, dan janganlah kalian mengatakan terhadap Allah kecuali (perkataan) yang benar.” [ An-Nisa`: 171 ]

Allah ‘Azza wa Jalla juga berfirman,

“Katakanlah, ‘Wahai Ahli Kitab, janganlah kalian berlebih-lebihan (melampaui batas) dengan cara yang tidak benar dalam agama kalian.’.” [ Al-Ma`idah: 77 ]

Kemudian, dalam hadits Ibnu ‘Umar yang diriwayatkan oleh Bukhary-Muslim, Rasulullah shallallahu alaihi wa ala alihi wa sallam menegaskan,

لاَ تُطْرُوْنِي كَمَا أَطْرَتِ النَصَارَى عِيْسَى بْنَ مَرْيَمَ فَإِنَّمَا أَنَا عَبْدُهُ فَقُوْلُوْا عَبْدُ الله وَرَسُوْلُهُ

“Janganlah kalian ithra` melampaui batas dalam memuji ’ kepadaku sebagaimana orang-orang Nashara ithra` terhadap ‘Isa bin Maryam. Sesungguhnya saya hanyalah seorang hamba-Nya, maka katakanlah hamba Allah dan Rasul-Nya.”

Rasulullah shallallahu alaihi wa ala alihi wa sallam juga mengingatkan,

وَإِيَّاكُمْ وَالْغُلُوَّ فِي الدِّيْنِ فَإِنَّمَا أَهْلَكَ مَنْ قَبْلَكُمْ الْغُلُوُّ فِي الدِّيْنِ

“Hati-hatilah kalian dari ghuluw ekstrim dalam agama karena sesungguhnya yang membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah ghuluw dalam agama.” (Diriwayatkan oleh Ahmad 1/215, 347, Ibnu Abi Syaibah 3/248, An-Nasa`i 5/268 dan dalam Al-Kubra 2/435, Ibnu Majah no. 3029, Ibnul Jarud no. 473, Ibnu Sa’d dalam Ath-Thabaqat 2/180-181, Al-Mahamily dalam Amali -nya no. 33, Al-Faqihy dalam Tarikh Makkah 4/288, Abu Ya’la 4/316 no. 2427, 4/357 no. 2472, Ibnu Khuzaimah no. 2867, Ibnu Hibban sebagaimana dalam Al-Ihsan no. 3871, Al-Hakim 1/637, Al-Maqdasy dalam Al-Mukhtarah 10/30-31, Ath-Thabarany 12/no. 12747, Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah 2/223, dan Ibnu Hazm dalam Hajjatul Wada’ no. 139 dan Al-Muhalla 7/133. Dishahihkan oleh An-Nawawy, Ibnu Taimiyah, dan Syaikh Al-Albany rahimahumullah. Lihat Ash-Shahihah no. 1283 dan Zhilalul Jannah no. 98)

Lalu, dalam hadits Ibnu Mas’ud riwayat Muslim, Rasulullah shallallahu alaihi wa ala alihi wa sallam bersabda sebanyak tiga kali,

هَلَكَ الْمُتَنَطِّعُوْنَ

“Celakalah al-mutanaththi’ ‘orang yang berlebihan dalam ucapan dan perkataannya’.”

Selanjutnya, dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,

جَاءَ ثَلَاثَةُ رَهْطٍ إِلَى بُيُوْتِ أَزْوَاجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ يَسْأَلُوْنَ عَنْ عِبَادَةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ فَلَمَّا أُخْبِرُوْا كَأَنَّهُمْ تَقَالُّوْهَا فَقَالُوْا وَأَيْنَ نَحْنُ مِنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ قَدْ غَفَرَ اللهُ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَا تَأَخَّرَ قَالَ أَحَدُهُمْ : أَمَا أَنَا فَإِنِّيْ أُصَلِّي اللَّيْلَ أَبَدًا. وَقَالَ آخَرُ : أَنَا أَصُوْمُ الدَّهْرَ وَلَا أُفْطِرُ. وَقَالَ آخَرُ أَنَا أَعْتَزِلُ النِّسَاءَ فَلَا أَتَزَوَّجُ أَبَدًا. فَجَاءَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ أَنْتُمْ الَّذِيْنَ قُلْتُمْ كَذَا وَكَذَا أَمَا وَاللهِ إِنِّيْ لَأَخْشَاكُمْ لِلَّهِ وَأَتْقَاكُمْ لَهُ لَكَنِّيْ أَصُوْمُ وُأُفْطِرُ وَأُصَلِّيْ وَأَرْقُدُ وَأَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِيْ فَلَيْسَ مِنِّيْ.

“Datang tiga orang ke rumah para istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam. Mereka bertanya tentang ibadah Nabi shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam. Tatkala dikabari (tentang ibadah itu), mereka menganggapnya sedikit. Mereka pun berkata, ‘Di mana kita dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam, padahal Allah telah mengampuni untuknya yang telah lalu dan yang akan datang dari dosanya.’ Berkatalah salah seorang dari mereka, ‘Adapun saya, saya akan shalat lail selama-lamanya.’ Berkata pula yang lain, ‘Saya akan berpuasa sepanjang tahun dan tidak akan berbuka.’ Lalu berkata yang lain, ‘Saya akan menjauhi perempuan dan tidak akan menikah selama-lamanya.’ Kemudian datanglah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam lalu berkata, ‘Kaliankah yang berkata begini dan begini? Demi Allah! Sesungguhnya aku yang paling memiliki rasa takut dan paling bertakwa kepada Allah di antara kalian, akan tetapi aku berpuasa dan aku berbuka, aku shalat dan aku tidur, dan aku menikahi perempuan. Barangsiapa yang tidak senang terhadap sunnahku maka tidaklah termasuk dariku .’ .” (Muttafaqun ‘alaihi)

Wasathiyah Ahlus Sunnah Wal Jamaah merupakan ciri mereka dalam menampakkan kebenaran yang selalu berada di antara kutub ekstrim dan kutub menyepelekan. Hal tersebut diterapkan dalam banyak permasalahan, yakni dalam masalah al-asma` wa ash-shifat ‘nama dan sifat Allah Ta’ala’, takdir, kecintaan kepada Nabi shallallahu alaihi wa ala alihi wa sallam , pemuliaan para shahabat radhiyallahu ‘anhum, karamah para wali, politik, kedudukan akal, penerapan hudud ‘hukum-hukum syariat’, pengkafiran, sikap terhadap penguasa, baiat, jihad, kecintaan kepada Ahlul Bait, dan lain-lain. Seluruh pembahasan masalah ini tidak bisa dimuat dalam tulisan ringkas kali ini. Wallahul muwaffiq.

Kedua puluh lima , Ahlus Sunnah Wal Jamaah juga mempunyai perhatian khusus terhadap tazkiyatun nufus ‘pensucian dan pembersihan diri’.

llah ‘Azza wa Jalla berfirman menunjukkan pentingnya tazkiyatun nufus ini dalam firman-Nya,

“Demi matahari dan cahayanya di pagi hari,dan bulan apabila mengiringinya,dan siang apabila menampakkannya,dan malam apabila menutupinya,dan langit serta pembinaannya,dan bumi serta penghamparannya,dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya),maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya,sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu,dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” [ Asy-Syams: 1-10 ]

Allah Ta’ala juga berfirman,

“Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah (As-Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar berada dalam kesesatan yang nyata.” [ Al-Jumu’ah: 2 ]

Ahlus Sunnah Wal Jamaah bersungguh-sungguh dalam memperbaiki lahir dan bathin mereka. Mereka mendekatkan diri kepada Allah dengan sunnah-sunnah sesudah menunaikan kewajiban-kewajiban. Mereka bersemangat untuk menunaikan shalat-shalat wajib, zakat, puasa bulan ramadhan dan haji ke Baitullah bagi siapa yang mampu, sebagaimana mereka bersegera dan berlomba-lomba untuk melaksanakan amal-amal shalih berupa memperbanyak dzikir, sunnah-sunnah, sedekah dan ibadah-ibadah yang lainnya. (Lihat Tazkiyatun Nufus Li Ibni Taimiyah tahqiq Doktor Muhammad Sa’id Al-Qahthany)

Kedua puluh enam , Ahlus Sunnah Wal Jamaah tegak melakukan amar ma’ruf ‘mengajak kepada kebaikan’ dan nahi mungkar ‘mencegah dari kemungkaran’ berdasarkan kaidah-kaidah dan aturan-aturan yang diterangkan oleh Al-Qur`an dan Sunnah.

Hal ini sebagai realisasi dari firman Allah Ta’ala,

“Dan hendaklah ada di antara kalian segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang mungkar; merekalah orang-orang yang beruntung.” [ Ali ‘Imran: 104 ]

“Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah.” [ Ali ‘Imran: 110 ]

“Telah dilaknati orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Daud dan ‘Isa putra Maryam. Yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas.Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan mungkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu.” [ Al-Ma`idah: 78-79 ]

Juga sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa ala alihi wa sallam ,

مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ وَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ اْلِإيْمَانِ

“Barang siapa di antara kalian yang melihat kemungkaran, hendaklah dia mengubah kemungkaran itu dengan tangannya. Kalau ia tidak sanggup, dengan lisannya. Kalau ia tidak sanggup, dengan hatinya, dan itu adalah selemah-lemah iman.” (Diriwayatkan oleh Muslimdari Abu Sa’id Al-Khudry)

Kedua puluh tujuh , Ahlus Sunnah Wal Jamaah memandang bahwasanya kebaikan kaum muslimin berkaitan dengan dua perkara, yaitu ilmu yang bermanfaat dan amal yang shalih, karena Allah mengutus Rasul-Nya untuk memperbaiki manusia dengan dua hal tersebut sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

“Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya (dengan membawa) petunjuk (Al-Qur`an) dan agama yang benar untuk dimenangkan-Nya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrik tidak menyukai.” [ At-Taubah: 33 ]

Berkata ahli tafsir, “Al-huda yaitu ilmu yang bermanfaat dan dinul haq yaitu amal shalih.”

Dua hal tersebut adalah syarat terealisasinya janji Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagaimana dalam firman-Nya,

“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kalian dan mengerjakan amal-amal shalih bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan, menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan-Ku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” [ An-Nur: 55 ]

Kedua puluh delapan , dakwah Ahlus Sunnah Wal Jamaah tegak di atas manhaj tashfiyah dan tarbiyah.

Tashfiyah yaitu memurnikan segala perkara agama dari hal-hal yang mengotori agama tersebut yang tidak ada hubungannya dengan agama walaupun dianggap sebagai bagian dari agama, baik menambah, mengurangi atau mengada-adakan, yang perbuatan ini berasal dari orang-orang kuffar ‘musyrikin’, ahlul kitab, atau selain dari mereka, maupun dari kaum muslimin, khususnya ahlul bid’ah dan ahlul ahwa`, baik dalam perkara aqidah, ibadah, muamalah, manhaj-manhaj ilmu dan amalan, khutbah, karangan, dan lain-lain.

Adapun tarbiyah adalah mendidik umat di atas Islam yang suci dan bersih, sebagaimana apa yang Allah turunkan kepada Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa ala alihi wa sallam .

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

“Dan Rabbmu agungkanlah,dan pakaianmu bersihkanlah,dan perbuatan dosa (menyembah berhala) tinggalkanlah. [ Al-Muddatstsir: 3-5 ]

Rasulullah shallallahu alaihi wa ala alihi wa sallam juga bersabda,

خَرَجْنَا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ إِلَى حُنَيْنٍ وَنَحْنُ حُدَثَاءُ عَهْدٍ بِكُفْرٍ، وَلِلْمُشْرِكِيْنَ سِدْرَةٌ يَعْكُفُوْنَ عِنْدَهَا وَيَنُوْطُوْنَ بِهَا أَسْلِحَتَهُمْ يُقَالُ لَهَا : ذَاتُ أَنْوَاطٍ، فَمَرَرْنَا بِسِدْرَةٍ فَقُلْنَا : يَا رَسُوْلَ اللهِ ا جْعَلْ لَنَا ذَاتَ أَنْوَاطٍ كَمَا لَهُمْ ذَاتُ أَنْوَاطٍ. قَالَ : اللهُ أَكْبَرُ –وَفِيْ رِوَايَةٍ : سُبْحَانَ اللهِ- لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ مَنْ قَبْلَكُمْ كَمَا قَالَ بَنُوْ إِسْرَائِيْلَ لِمُوْسَى : اجْعَلْ لَنَا إِلَهًا كَمَا لَهُمْ آلِهَةٌ قَالَ إِنَّكُمْ قَوْمٌ تَجْهَلُونَ.

“Kami pernah keluar bersama Nabi shallallahu alaihi wa ala alihi wa sallam ke Hunain dan ketika itu, kami baru saja meninggalkan kekafiran, dan orang-orang musyrikin memiliki pohon bidara yang mereka i’tikaf di sekitar pohon itu dan menggantungkan senjata-senjata mereka, yang pohon tersebut disebut (dinamakan) Dzatu Anwath. Kami melewati pohon tersebut kemudian berkata, ‘Wahai Rasulullah, buatkan untuk kami Dzata Anwath sebagaimana mereka mempunyai Dzatu Anwath.’ Maka Rasulullah shallallahu alaihi wa ala alihi wa sallam bertakbir -dalam riwayat yang lain bertasbih-, ‘Sungguh benar-benar kalian akan mengikuti jalan-jalan orang-orang sebelum kalian sebagaimana permintaan Bani Israil kepada Musa, Dan Kami seberangkan Bani Israil ke seberang lautan itu, maka setelah mereka sampai kepada suatu kaum yang tetap menyembah berhala mereka, Bani Israil berkata:(?) ‘Buatlah untuk kami sebuah sesembahan (berhala) sebagaimana mereka mempunyai beberapa sesembahan (berhala).’ Musa menjawab, ‘Sesungguhnya kalian ini adalah kaum yang jahil.’.’.” (Diriwayatkan oleh Ahmad dan At-Tirmidzy. Dishahihkan oleh Al-Albany dalam Zhilalul Jannah no. 76)

Kedua puluh sembilan , di antara dakwah Ahlus Sunnah Wal Jamaah adalah dakwah kepada makarimal akhlaq ‘kemulian akhlak’.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

“Dan sesungguhnya kamu (wahai Muhammad) benar-benar berakhlak yang agung.” [ Al-Qalam: 4 ]

Allah Jalla wa ‘ Ala juga berfirman,

“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu, maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya . [ Ali ‘Imran: 103 ]

Lalu, dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,

كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ أَحْسَنَ النَّاسِ خُلُقًا

“Rasulullah shallallahu alaihi wa ala alihi wa sallam adalah manusia yang paling baik akhlaknya.”

Kemudian, dalam Musnad Imam Ahmad dari shahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wa ala alihi wa sallam bersabda,

إَنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الأَخْلاَقِ

“Saya hanyalah diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.”

Penutup

Demikian karakteristik manhaj dan dakwah Salafiyah, dakwah Ahlus Sunnah Wal Jamaah , dakwah Rasulullah shallallahu alaihi wa ala alihi wa sallam dan shahabatnya, serta orang-orang yang mengikutinya dengan baik sampai hari kiamat. Perlu diketahui pula oleh para pembaca bahwa apa yang tertulis di atas hanya sekadar ringkasan dan gambaran singkat tentang dakwah Ahlus Sunnah Wal Jamaah . Sebenarnya, setiap poin yang telah kami sebutkan membutuhkan uraian yang lebih meluas. Wallahul musta’an.

Mudah-mudahan tulisan ini bermanfaat untuk seluruh kaum muslimin. Wallahu Ta’ala A’lam.

[1] Kalau dibaca muhditsan maka artinya “melindungi suatu bid’ah” dan kalau dibaca muhdatsan artinya “melindungi orang yang menganut/membuat bid’ah” .

Sumber: http://an-nashihah.com

2 thoughts on “Karakteristik Manhaj.Dakwah Ahlussunnah Wal Jama’ah (2)

  1. Assalamu’alaikum wr, wb.

    Mohon info mengenai akidah salaf seperti apa? dan pandangan tentang madzhab di kalangan islam bagaimana?

    • Wa ‘alaikumussalam wa rohmatullahi wa barakatuh.
      Penjelasan seputar Aqidah Salaf Ahlussunnah wal jama’ah dapat di download file audionya di blog ini.

Leave a comment